Friday 5 August 2016

BAB  I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).
Pelayanan prima adalah kepedulian kepada pasien dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya. Salah satu pelayanan prima adalah pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas. Pelayanan kesehatan bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan seseorang. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (2012) bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dari tahun 2003 hingga 2009 mengalami peningkatan, yakni 24.41% (2003), 26.51% (2004), 26.68% (2005), 28.15% (2006), 30.90% (2007), 33.24% (2008), 33.68% (2009). Berdasarkan keadaan tersebut kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan akan ikut meningkat. Salah satu outcome dari layanan kesehatan selain kesembuhan pasien adalah kepuasan pasien (Pohan, 2006).
Pelayanan dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien. Kebutuhan pasien terhadap layanan kesehatan yang semakin kompleks akan menuntut pelayanan kesehatan yang profesional dalam mengatasi masalah kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia adalah pelayanan keperawatan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 279/MENKES/SK/IV/2006 menjelaskan bahwa pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk layanan biologis, psikologis, sosial dan spiritual secara menyeluruh yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di puskesmas secara keseluruhan terutama puskesmas perawatan. Jumlah tenaga perawat merupakan tenaga paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit. Selain itu, perawat berinteraksi dengan pasien selama 24 jam untuk melaksanakan layanan keperawatan. Keberhasilan pelayanan puskesmas sangat tergantung pada kinerja perawat puskesmas dalam melaksanakan layanan keperawatan di puskesmas. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128/MENKES/SK/II/2004 bahwa misi dari puskesmas salah satunya yakni memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat (Depkes RI, 2007).
Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kesehatan dinilai baik apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien (Azwar, 1996). Hakekat dasar dari pelayanan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan yang kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan konstribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut (Ansar, 2010 ).
Pembinaan dan pengembangan terhadap karyawan adalah salah satu kagiatan yang dilakukan oleh kepala bangsal untuk mendukung kinerja karyawan atau perawat, dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelayanan keperawatan yang dilakukan. Melalui evaluasi ini akan akan diperoleh informasi mengenai hasil yang telah dicapai, faktor-faktor yang mendukung, dan hambatan yang dihadapi dalam memberikan pelayanan keperawatan (Kuntoro, 2010).
Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana analisa beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya, begitupun tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Irwandy, 2006 ).
Puskesmas Reubee merupakan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Delima. Puskesmas mempunyai 21 desa sebagai tempat wilayah kerjanya. Dimana Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 8867 Jiwa. Adapun sarana yang dimiliki pada puskesmas Reubee adalah terdiri dari 2 Rumah dinas (1 Rumah dokter dan 1 Rumah Para Medis), 3 Poskesdes / Polindes  di Desa Seupeng beauh , Desa Reuntoh dan Desa Cut  serta di dukung dengan  1 kenderaan roda empat (Ambulance) dan kenderaan roda dua. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Reubee yaitu  85 orang yaitu PNS 25 orang, Tenaga Kontrak 18 orang ,Tenaga Bakti 42 orang. Diantaranya terdiri dari 3 Dokter Umum, 2 Kesmas, 2 Administrasi, 1 farmasi, 33 Perawat, 19 Bidan, 6 kesling, 1 ahli gizi, 1 analis, dan 3 tamatan SMU (data profil Puskesmas Reubee, 2015).
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 15 Desember 2015 yang dilakukan penulis kepada perawat Puskesmas Reubee menyatakan dari 10 perawat yang bertugas, 7 diantaranya mengatakan rendahnya kesempatan berprestasi bagi perawat. Hal ini juga disebutkan oleh perawat karena pelatihan keperawatan  baik internal maupun eksternal jarang sekali diselenggarakan bahkan tidak ada sama sekali . Rendahnya kesempatan berprestasi juga merupakan salah satu faktor yang menurunkan produktivitas kerja perawat.
Berdasarkan penelitian Elfitra (2002) tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja perawat puskesmas di kota Padang menjelaskan ada hubungan yang bermakna antara variable motivasi dengan produktivitas kerja perawat di kota Padang tahun 2002. Begitu halnya juga Penelitian Ruwaedah (1990) dalam Minarsih (2011) di Puskesmas strata II Kodya Makassar, menyimpulkan bahwa tenaga kerja perawat pelaksana 59,2% dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebihan. Banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh perawat dapat mengganggu produktivitas kerja dari perawat. Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kinerja yang perlu diperhatikan (sedarmayanti, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah motivasi kerja, tingkat penghasilan, lingkungan kerja, kesempatan berprestasi dan manajemen. Menurut Sedarmayanti (2001) lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong  perawat  agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas.
Selain itu penulis juga melakukan observasi dan wawancara tentang lingkungan kerja dan manajemen di Puskesmas Reubee. Hasil yang didapatkan bahwa lingkungan kerja yang diamati oleh penulis terlihat baik,  walaupun letak puskesmas termasuk dekat jalan besar namun jauh dari bising dikarenakan masih termasuk pedalaman serta penataan ruang pelayanan juga teratur. Hubungan antar rekan kerja juga terlihat harmonis dan saling melengkapi namun setiap perawat dalam melaksanakan kerja sesuai rutinitas dan tidak terlihat adanya suatu motivasi untuk peningkatan pelayanan. Hal ini dirasakan karena masih banyaknya perawat yang kategori bakti yang masih belum menerima penghasilan sesuai UMP yang telah ditetapkan  sehingga terjadinya penurunan semangat kerja yang berpengaruh terhadap tidak maksimal fungsi manajemen dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan di puskesmas.
Berdasarkan  masalah yang terjadi di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Produktivits kerja perawat dalam Pelayanan Keperawatan Di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima 2016”.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Produktivits kerja perawat Dalam Pelayanan Keperawatan Di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima 2016 ?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubugan dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima  Tahun 2016
1.4.2 Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan produktivitas kerja perawat di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
b.      Untuk mengetahui hubungan tingkat penghasilan dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
c.       Untuk mengetahui hubungan lingkungan kerja dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
d.      Untuk mengetahui hubungan kesempatan berprestasi dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan  di Puskesmas          Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
e.       Untuk mengetahui hubungan manajemen dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan  di Puskesmas  Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, informasi, dan ilmu pengetahuan serta dapat meningkatkan keterampilan dan meningkatkan produktivitas perawat dalam melaksanakan kerja
1.5.2 Bagi perawat
Sebagai acuan produktivitas kerja untuk meningkatkan kualitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan kepada masyarakat yang berkunjung ke pelayanan puskesmas


1.5.3 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan puskesmas Reubee untuk meningkatkan produktifitas perawat sehingha terciptanya pelayanan puskesmas yang bermutu.
1.5.5. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan masukan dan perbandingan wawasan pengetahuan dalam melakukan   penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Konsep Dasar Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Departemen Kesehatan RI (2007) mengemukakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerjanya. Puskesmas dan jaringannya berperan sebagai institusi penyelenggara pelayanan kesehatan di jenjang pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat. Tanggung jawab Puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya diantaranya adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok serta puskesmas meningkatkan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan komprehensif yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), pelayanan preventif (pencegahan), pelayanan promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Wilayah kerja puskesmas meliputi satu  kecamatan atau sebagian dari kecamatan karena tergantung dari faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis, dan keadaan infrastruktur di wilayah tersebut (Efendi, 2009).
2.1.2 Fungsi Puskesmas
Menurut Endang (2010) puskesmas memiliki empat fungsi yang berfokus pada pembangunan kesehatan, yaitu:
a.    Puskesmas Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan
Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan yaitu sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan. Upaya puskesmas menjalankan fungsi ini dilakukan dengan menjalankan, menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor masyarakat di wilayah kerjanya sehingga dapat mendukung pembangunan kesehatan. Fokus upaya yang dilakukan puskesmas terkait pembangunan kesehatan adalah mengutamakan preventif dan promotif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Puskesmas harus memantau dan melaporkan hasil atau dampak dari program yang telah diselenggarakan di wilayah kerjanya;
b.      Puskesmas Sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Lyonset al (dalam Wrihatnolo & Nugroho, 2007) mendefinisikan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya yang dilakukan agar masyarakat mandiri dan mampu mengatasi masalahnya serta mampu meningkatkan inisiatif yang berhubungan dengan keadaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah dalam masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas yang terdapat di masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat agar masyarakat memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam rangka meningkatkan status kesehatannya (Departemen Kesehatan RI, 2007). Kesimpulannya bahwa Puskesmas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat bertujuan agar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat (Maulana, 2009);
c.       Puskesmas Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ditujukan untuk perorangan dan masyarakat. Puskesmas bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Haris, 2007).
Effendi (2009) menyebutkan beberapa fungsi puskesmas, antara lain:
a.       Puskesmas berfungsi sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya
b.      Membina peran serta masyarakat yang ada di wilayah kerjanya untuk meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat membutuhkan arahan tentang perilaku hidup sehat agar mampu mengenali Masalah kesehatan yang muncul di lingkungannya. Arahan dari puskesmas juga akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang ada di mayarakat semaksimal mungkin (Muninjaya, 2004);
c.       Puskesmas berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan komprehensif dan menyeluruh kepada masyarakat.
2.1.3 Jenis Puskesmas
Jenis Puskesmas adalah keterangan mengenai jenis dari Puskesmas yang bersangkutan. Terdapat dua jenis puskesmas menurut  Departemen Kesehatan RI (2001) yaitu puskesmas perawatan dan puskesmas nonperawatan.
a.       Puskesmas Perawatan (Rawat inap)
Dalam rangka mengembangkan layanan kesehatan, Provinsi Aceh berupaya mengembangkan fungsi layanan puskesmas yakni puskesmas nonperawatan dan puskesmas perawatan (rawat inap). Menurut Setiawan (2012) untuk meningkatkan akses masyarakat dalam perawatan dan pengobatan. Puskesmas rawat inap didefinisikan pula sebagai puskesmas yang dilengkapi ruangan tambahan dan fasilitas untuk menyelamatkan pasien gawat darurat dan tindakan yang diberikan adalah tindakan operatif terbatas dan rawat inap sementara (Effendi, 2009).
Rawat inap pasien dilakukan paling sedikit 24 jam perawatan. Puskesmas Perawatan adalah Puskesmas yang berdasarkan Surat Keputusan Bupati atau Walikota menjalankan fungsi perawatan dan untuk menjalankan fungsinya diberikan tambahan ruangan dan fasilitas rawat inap yang sekaligus merupakan pusat rujukan antara (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Puskesmas perawatan (rawat inap) berfungsi sebagai pusat rujukan pasien yang gawat darurat sebelum dibawa ke rumah sakit.  Tindakan operatif terbatas seperti kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit dan penyakit lain yang bersifat gawat darurat. Puskesmas perawatan sebagai puskesmas rawat inap tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik dengan tinggal di ruang rawat inap puskesmas.
b.    Puskesmas Non Perawatan
Puskesmas non perawatan hanya melakukan pelayanan kesehatan rawat jalan (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Telkom, 2012). Permenkes No.029 tahun 2010 menyebutkan kegiatan di pelayanan kesehatan rawat jalan yakni  observasi, diagnosis, pengobatan, dan atau pelayanan kesehatan lainnya tanpa dirawat inap.
2.2  Produktivitas Kerja
2.2.1   Definisi Produktivitas
              Filosofi produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karna makna produktivitas adalah keinginan (he will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang.
              Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan. Sebagaimana yang diungkapkan bahwa produktivitas individu dapat dinilai dan apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya. Dengan kata lain, produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerjannya. Orang produktif akan menggambarkan potensi, persepsi dan kreatifitas yang senantiasa menyumbangkan kemampuannya agar bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan (sedarmayanti, 2009).
              Produktivitas kerja lebih sekedar ilmu teknologi dan tehnik-tehnik manajemen akan tetapi mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan motivasi yang kuat untuk secara terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik (Sinungan, 2003).
              Menurut hakim (2009) indikator produktivitas kerja adalah pencapaian tujuan, kreatifitas, tingkat pelayan dan umpan balik. kreativitas ini meliputi kreatif dalam memecahkan masalah, kreatif dalam memanfaatkan waktu kerja dan waktu luang. ditambahkan pentingnya kreatifitas pada produktivitas.
              Sesuai dengan Sinamo dalam Kartikasari (2008) dengan nilai produktif maka setiap masyarakat memanfaatkan waktunya sebaik dan sekreatif mungkin untuk membuat hal-hal yang positif dan generasi muda juga akan lebih produktif untuk belajar dan menghasilkan karya juga prestasi. prilaku kerja akan lebih produktif untuk belajar dan menghasilkan karya juga prestasi. perilaku kerja yang produktif seperti rajin, hemat, bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel, responsibel, berintegritas, menghargai waktu, menghargai pengetahuan, kreatif, inofatif, dan sebagainya.
              Berdasarkan teori diatas kreatifitas penting karena perawat yang kreatif dalam memecahkan masalah dan memanfaatkan waktu kerja dan waktu luang menghasilkan output yang produktif. Kreatifitas juga merupakan salah satu ciri-ciri dari perilaku orang yang produktif. cara meningkatkan kreatifitas antara lain :
a.       Mengadakan pelatihan terkait asuhan keperawatan
tujuan diadakan pelatihan adalah untuka meningkatkan kretifitas perawat terkait asuhan keperawatan.
b.      Perawat manager meningkat kreatifitas melalaui kepekaan yang memberikan perhatian dan memberlakukan perawat dengan baik. manager yang kompeten secara profesional memberikan inspirasi untuk kreatifitas dengan memberikan pujian kepada perawat karena dengan memberikan pujian perawat akan merasa hasil kerjanya dihargai dan perawat akan terus meningkatkan hasil kerjanya.
c.       Mengadakan curah pendapat ditujukan untuk meningkatkan kreatifitas pegawai dimana budaya produktif dirumuskan sebagai totalitas kesadaran, pikiran, perasaan, sikap dan keyakinan yang mendasari, menggerakkan, mengarahkan, serta memberi arti pada seluruh perilaku dan proses produktif dalam suatu sistem produksi.
              Menurut Mulianto (2006) beberapa faktor yang sangat menunjang dan menentukan dalam keberhasilan usaha peningkatan produktifitas kerja perawat yaitu dukungan penuh semua manajer yaitu manajer tingkat atas, manajer tingkat tingkat menengah dan tingkat bawah untuk meningkatkan produktifitas kerja perawat, komunikasi efektif antar perawat, keikutsertaan semua perawat bila ada kegiatan yang berkaitan dengan hal penunjang kinerja khususnya perawat serta pelatihan, usaha yang terus menerus dan terprogram dengan cara setiap bagian mememiliki standar program kerja, ada organisasi atau pejabat yang bertanggung jawab dalam usaha peningkatan produktivitas dan selalu mengadakan pemantauan serta melakukan tindak lanjut serta diberikan penghargaan bagi perawat yang memiliki program kerja diatas standar sehingga perawat diberikan stimulus untuk bekerja lebih baik.
2.2.2  Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan organisasi dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan.
Menurut Sedarmayanti (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah :
  1. Sikap mental : terdiri dari motivasi, disiplin kerja dan etika kerja
1)      Motivasi : Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Motivasi dapat didefinisikan sebagai berikut : "kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Menurut Mangkunegara (2001) motivasi kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Begitupula yang dikatakan Hasibuan (2010) dimana dikatakan bahwa motivasi diharapkan setiap individu pegawai dapat membangkitkan keinginan bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. setiap orang memiliki motivasi dalam hidup yang dapat dijadikan sebagai salah satu alasan pendorong untuk bekerja lebih keras lagi untuk menghasilkan output secara maksimal.
Produktivitas seseorang tergantung pada motivasi orang tersebut terhadap pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya (Justine, 2002).
2)      Disiplin kerja : dapat diartikan sebagai sikap menghargai, patuh, taat terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku ditempat kerja yang dilakukan secara rela dengan penuh tanggung jawab dan siap untuk menerima sanksi jika melanggar tugas dan wewenang. dalam mewujudkan hak dan kewajiban berarti adanya kepatuhan atau ketaatan terhadap kesepakatan bersama dan adanya pengendalian diri yang merupakan hakikat dari disiplin. Keputusan dalam memenuhi berbagai ketentuan tersebut merupakan pemupukan disiplin dan kesadaran masing-masing akan hak dan kewajiban akan mendorong berkembang ya produktivitas. Indikator yang digunakan dalam variabel disiplin kerja adalah pencapaian tujuan organisasi dengan menggunakan waktu secara efektif, meliputi ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas dan penghematan waktu dalam melaksanakan tugas (Novitasari, 2008).
3)      Etika Kerja : sikap dan etika kerja yang saling menghormati antar pegawai memberikan nilai plus dan membuat pegawai yang lain menjadi senang untuk bekerja dan nyaman karena mandapat respon yang baik. indikator etika kerja antara lain kerja sama yang baik dalam melaksanakan tugas dan hubungan antar rekan kerja (Arif, 2011).
b. Pendidikan : Pada umumnya orang memiliki peendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun nonformal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif.
c.  Keterampilan : Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan Pengalaman (experience) yang cukup serta memiliki kesempatan berprestasi di organisasinya. indikator keterampilan adalah pengalaman kerja dan kesempatan berprestasi (Sedarmayanti, 2011).
d.  Manajemen : Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staf. apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif.
                  Menurut Setiadi (2012) manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Seorang manger keperawatan perlu melakukan fungsi-fungsi manajemen dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Perawat manager bekerja pada semua tingkat untuk melaksanakan konsep-konsep, teori-teori manajemen keperawatan. Mereka mengatur lingkungan organisasi untuk menciptakan suasana optimal bagi pengawasan keperawatan oleh perawat -perawat klinis. Perawat-perawat klinis mengatur seleksi sumber daya manusia dan materi dan memberikan masukan tambahan kedalam proses manajemen.
                  Menurut Swanburg (2000) manajemen keperawatan adalah persepsi perawat tentang model praktik keperawatan profesional (MPKP) melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.
e.  Tingkat Penghasilan : Tingkat penghasilan adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Oleh karena itu, apabila karyawan memandang gaji mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara dramatis (Wahyuningtyas, 2013). Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan kosentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Tingkat penghasilan adalah jenjang penghasilan yang diperoleh oleh tiap individu sebagai balas jasa atau imbalan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu tersebut (Carnadi, 2010).
                  Penghasilan melatarbelakangi seseorang untuk memutuskan memasuki dunia kerja dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. denagan gaji yang didapatkannya maka seorang tenaga kerja yang bekerja dapat secara otomatis membiayai segala macam kebutuhan hidupnya baik sandang, pangan maupun papan. Penghasilan atau gaji pegawai merupakan cost atau biaya yang harus dikeluarkan oleh organisasi dan dimasukkan dalam ongkos atau biaya. Penghasilan bagi semua dan setiap pegawai adalah suatu yang sangat penting termasuk salah satunya adalah perawat, dan gaji tersebut merupakan kebutuhan paling dasar bagi karyawan.
                  Di Indonesia pada umumnya gaji didasarkan pada tiga fungsi yaitu, menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja pegawai dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Gaji merupakan hasil pertukaran antara apa yang telah diberikan pegawai kepada intitusi atas usaha yang diberikan oleh pegawainya. Jika imbalan dirasakan kurang, ketidakpuasan akan muncul (Triantoro, 2010).
                  Menurut Sedarmayanti (2011) apabila tingkat penghasilan memadai maka menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan. Pembarian penghasilan berdasarkankinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif bagi organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi.
                  Sedangkan menurut Triantoro (2005) jika imbalan dirasakan kurang, ketidakpuasan akan muncul. jika keidakpuasan ini berlarut-larut maka motifasi kerja akan menurun, akibatnya produktivitas kerja juga akan menurun.
f.  Jaminan Sosial : jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.
g.  Lingkungan Kerja : merupakan seperangkat sifat-sifat yang dirasakan lansung atau tidak lansung oleh pekerja, serta diduga punya pengaruh besar terhadap perilaku mereka dalam pekerjaan.
                  Lingkungan kerja adalah suasana psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku organisasi, terbentuk sebagai hasil tindakan organisasi dan interaksi diantara anggota organisasi. Karena perilaku merupakan fungsi karakteristik manusia dan persepsinya terhadap lingkungan, maka persepsi anggota organisasi terhadap iklim kerja yang berbentuk dilingkungan kerjanya akan memberikan hasil yang positif (Novita, 2013).
h.  Kesempatan Berprestasi : apabila karyawan berpegang positif terhadap tugas pekerjaannya, tingkat kepuasannya biasanya tinggi dan sebaliknya jika para karyawan memandang tugas pekerjaanya secara negatif maka tingkat kepuasannya rendah.
                  Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat bagi dirinya maupun bagi organisasi. pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimilki untuk meningkatkan produktivitas kerja (sedarmayanti, 2011).
                  Menurut Hakim (2009) pada dasarnya orang yang berorientasi pada prestasi kerja hanya ingin diberitahu apa yang diharapkan manajemen untuk mereka perbuat dan selanjutnya mereka berharap dibiarkan melakukannya sendiri.


2.3 Konsep Dasar Keperawatan
2.3.1 Definisi Perawat
                        Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010). Perawat terdiri dari Perawat Ahli Madya, Ners dan Ners Spesialis. Sedangkan Simamora (2009) menjelaskan bahwa perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2.3.2  Peran dan Fungsi perawat Puskesmas
                        Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Perawat dituntut melakukan peran dan fungsi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2004). Perawat di puskesmas sebagai perawat kesehatan minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui layanan keperawatan.
                        Asmadi (2004) menjelaskan bahwa peran perawat yang utama adalah sebagai pemberi layanan keperawatan. Layanan keperawatan tersebut berupa asuhan keperawatan keperawatan secara langsung kepada pasien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan kewenangannya. Layanan keperawatan tersebut merupakan bentuk bantuan yang diberikan kepada pasien yang mengalami kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan hidup sehat secara mandiri.
                        Pelayanan keperawatan di puskesmas adalah pelayanan professional yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.279/MENKES/SK/IV/2006). Perawat melaksanakan layanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyrakat untuk mencapai kemandirian masyarakat baik di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas.
2.3.3  Pelayanan Keperawatan
                        Keperawatan merupakan salah satu pelayanan kesehatan profesional yang mencakup pelayananan menyeluruh (biologis, psikologis, sosioal, dan spiritual) serta ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat sakit maupun sehat (mencakup seluruh proses kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal). Pelayanan tersebut dilaksanakan berdasarkan pada ilmu keperawatan (Kusnanto, 2004).
                        Kusnanto (2004) memaparkan bahwa alasan utama pelayanan keperawatan diberikan yakni disebabkan oleh kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kemauan yang kurang dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri.
                        Zaidin (2001) mendefinisikan pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
                        Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan yang hakekatnya tindakan keperawatan bersifat membantu. Perawat membantu pasien mengatasi masalah-masalah sehat-sakit pada kehidupan sehari-harinya (Asmadi, 2008). Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan kesehatan profesional, yakni praktik keperawatan didasarkan atas profesi keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Salah satu ciri praktik keperawatan profesional adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan standar praktik dan kode etik profesi (Kusnanto, 2004). Standar pelayanan keperawatan merupakan pedoman untuk perawat dalam melakukan praktik keperawatan yang digunakan untuk menentukan apakah perawat telah bertindak sesuai prosedur (Potter & Perry, 2005). Apabila perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai standar maka perawat dapat melindungi diri sendiri pada bahaya tindakan legal dan yang lebih penting adalah melindungi klien/pasien pada risiko bahaya dan cedera.
                        Pelayanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, serta mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai harapan instansi pelayanan kesehatan untuk mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien (Yani, 2007).
                        Beberapa aspek yang dapat menjadi indikator penerapan sebuah layanan keperawatan pada pasien menurut Marini (2010), diantaranya adalah:
a.    Aspek perhatian : Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia memberikan pertolongan kepada pasien, perawat harus peka terhadap setiap perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami dan mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. Perawat memperlakukan pasien dengan baik dan tulus dalam pemenuhan kebutuhannya. Perhatian yang tulus seorang perawat pada pasien harus selalu dipertahankan, seperti bersikap jujur dan terbuka serta menunjukkan perilaku yang sesuai (Videbeck, 2008);
b.   Aspek penerimaan : Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu ramah dan ceria saat bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien. Perawat harus menunjukkan rasa penerimaan yang baik terhadap pasien dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa membedakan agama, status sosial ekonomi dan budaya, golongan dan pangkat, serta suku sehingga perawat menerima pasien sebagai pribadi yang utuh. Penerimaan ialah sikap yang tidak menghakimi individu, bagaimanapun dan apapun perilaku individu tersebut. Perawat menunjukkan sikap tegas dan jelas, tetapi tanpa amarah atau menghakimi, sehingga perawat membuat pasien merasa utuh. Perawat tidak kecewa atau tidak berespon negatif terhadap amarah yang meluap-luap, atau perilaku buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Videbeck, 2008).
c.    Aspek komunikasi : Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus mampu melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan pasien, dan keluarga pasien. Interaksi antara perawat dengan pasien atau interaksi antara perawat dengan keluarga pasien akan terjalin melalui komunikasi yang baik. Perawat menggunakan komunikasi dari awal penerimaan pasien untuk menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi digunakan untuk menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan dengan cara melakukan tindakan keperawatan. Perawat juga melakukan komunikasi dengan pasien pada akhir pelayanan keperawatan untuk menilai kemajuan dan hasil akhir dari pelayanan keperawatan yang telah diberikan. Kesimpulannya bahwa selama melakukan layanan keperawatan, perawat menggunakan keterampilan komunikasi pada pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lain (Arwani, 2002).
d.   Aspek kerjasama : Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat harus mampu mengupayakan agar pasien mampu bersikap kooperatif. Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalah telah diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan jenis bantuan apa yang dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama secara kolaborasi dengan ahli kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
e.    Aspek tanggung jawab : Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan pasien (Swanburg, 2000). Perawat harus tahu bagaimana menjaga keselamatan pasien, jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan pasien, pertahankan agar pasien dan keluarga tetap mengetahui tentang diagnosis dan rencana tindakan, pencatatan semua tindakan harus dilakukan dengan akurat untuk melindungi kesejahteraan pasien (Priharjo, 2008).





0 comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Nama saya munawir, tinggal di aceh, sigli

BTemplates.com

Chattelblog.com
Powered by Blogger.

Popular Post