BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).
Pelayanan
prima adalah kepedulian kepada pasien dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan
pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya. Salah satu pelayanan prima adalah pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas.
Pelayanan kesehatan bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan seseorang. Hasil penelitian Badan
Pusat Statistik
(2012) bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dari tahun 2003 hingga 2009 mengalami
peningkatan, yakni 24.41% (2003), 26.51% (2004), 26.68% (2005), 28.15% (2006), 30.90% (2007), 33.24%
(2008), 33.68%
(2009). Berdasarkan keadaan tersebut kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan akan ikut meningkat. Salah
satu outcome dari layanan kesehatan selain kesembuhan pasien adalah kepuasan pasien (Pohan,
2006).
Pelayanan
dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien. Kebutuhan
pasien terhadap layanan kesehatan yang semakin kompleks akan menuntut pelayanan
kesehatan yang profesional dalam mengatasi masalah kesehatan. Salah satu
pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia adalah pelayanan keperawatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 279/MENKES/SK/IV/2006 menjelaskan bahwa
pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk layanan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual secara menyeluruh yang ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan di puskesmas secara keseluruhan terutama puskesmas
perawatan. Jumlah tenaga perawat merupakan tenaga paling banyak bila
dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu
dalam pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit. Selain itu,
perawat berinteraksi dengan pasien selama 24 jam untuk melaksanakan layanan
keperawatan. Keberhasilan pelayanan puskesmas sangat tergantung pada kinerja perawat
puskesmas dalam melaksanakan layanan keperawatan di puskesmas. Keputusan
Menteri Kesehatan nomor 128/MENKES/SK/II/2004 bahwa misi dari puskesmas salah
satunya yakni memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan, yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan memuaskan
masyarakat (Depkes RI, 2007).
Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan memperoleh jaminan kesehatan.
Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan
etika profesi (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kesehatan dinilai baik
apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri
setiap pasien (Azwar, 1996). Hakekat dasar dari pelayanan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) yang
apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan
kesehatan.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan yang
kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
konstribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut (Ansar, 2010 ).
Pembinaan dan pengembangan terhadap karyawan adalah salah satu
kagiatan yang dilakukan oleh kepala bangsal untuk mendukung kinerja karyawan
atau perawat, dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelayanan
keperawatan yang dilakukan. Melalui evaluasi ini akan akan diperoleh informasi
mengenai hasil yang telah dicapai, faktor-faktor yang mendukung, dan hambatan
yang dihadapi dalam memberikan pelayanan keperawatan (Kuntoro, 2010).
Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana analisa beban kerjanya
dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan
fungsi utamanya, begitupun tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang
harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh,
waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja
yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu
perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik (Irwandy, 2006 ).
Puskesmas Reubee merupakan salah satu pelayanan kesehatan
masyarakat di Kecamatan Delima. Puskesmas mempunyai 21 desa sebagai tempat
wilayah kerjanya. Dimana Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 8867 Jiwa.
Adapun sarana yang dimiliki pada puskesmas Reubee adalah
terdiri dari 2 Rumah dinas (1 Rumah dokter dan 1 Rumah Para Medis), 3 Poskesdes
/ Polindes di Desa Seupeng beauh , Desa
Reuntoh dan Desa Cut serta di dukung
dengan 1 kenderaan roda empat
(Ambulance) dan kenderaan roda dua. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Reubee
yaitu 85 orang yaitu PNS 25 orang,
Tenaga Kontrak 18 orang ,Tenaga Bakti 42 orang. Diantaranya terdiri dari 3
Dokter Umum, 2 Kesmas, 2 Administrasi, 1 farmasi, 33 Perawat, 19 Bidan, 6
kesling, 1 ahli gizi, 1 analis, dan 3 tamatan SMU (data profil Puskesmas
Reubee, 2015).
Berdasarkan studi pendahuluan pada
tanggal 15 Desember 2015 yang dilakukan penulis kepada perawat Puskesmas Reubee
menyatakan dari 10 perawat yang bertugas, 7 diantaranya mengatakan rendahnya
kesempatan berprestasi bagi perawat. Hal ini juga disebutkan oleh perawat
karena pelatihan keperawatan baik
internal maupun eksternal jarang sekali diselenggarakan bahkan tidak ada sama
sekali . Rendahnya kesempatan berprestasi juga merupakan salah satu faktor yang
menurunkan produktivitas kerja perawat.
Berdasarkan penelitian Elfitra (2002) tentang analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan produktivitas kerja perawat puskesmas di kota Padang
menjelaskan ada hubungan yang bermakna antara variable motivasi dengan
produktivitas kerja perawat di kota Padang tahun 2002. Begitu halnya juga
Penelitian Ruwaedah (1990) dalam Minarsih (2011) di Puskesmas strata II Kodya
Makassar, menyimpulkan bahwa tenaga kerja perawat pelaksana 59,2% dipengaruhi
oleh beban kerja yang berlebihan. Banyaknya tugas tambahan yang harus
dikerjakan oleh perawat dapat mengganggu produktivitas kerja dari perawat.
Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja
sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kinerja yang perlu diperhatikan
(sedarmayanti, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah
motivasi kerja, tingkat penghasilan, lingkungan kerja, kesempatan berprestasi
dan manajemen. Menurut Sedarmayanti (2001) lingkungan dan iklim kerja yang baik
akan mendorong perawat agar senang bekerja dan meningkatkan rasa
tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah
peningkatan produktivitas.
Selain itu penulis juga melakukan observasi dan wawancara tentang
lingkungan kerja dan manajemen di Puskesmas Reubee. Hasil yang didapatkan bahwa
lingkungan kerja yang diamati oleh penulis terlihat baik, walaupun letak puskesmas termasuk dekat jalan
besar namun jauh dari bising dikarenakan masih termasuk pedalaman serta
penataan ruang pelayanan juga teratur. Hubungan antar rekan kerja juga terlihat
harmonis dan saling melengkapi namun setiap perawat dalam melaksanakan kerja
sesuai rutinitas dan tidak terlihat adanya suatu motivasi untuk peningkatan
pelayanan. Hal ini dirasakan karena masih banyaknya perawat yang kategori bakti
yang masih belum menerima penghasilan sesuai UMP yang telah ditetapkan sehingga terjadinya penurunan semangat kerja
yang berpengaruh terhadap tidak maksimal fungsi manajemen dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan di puskesmas.
Berdasarkan masalah yang terjadi di atas maka penulis
tertarik untuk mengetahui ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Produktivits
kerja perawat dalam Pelayanan Keperawatan Di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima
2016”.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum
diketahuinya ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Produktivits kerja
perawat Dalam Pelayanan Keperawatan Di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima 2016 ?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubugan dengan produktivitas kerja perawat dalam pelayanan keperawatan di Puskesmas
Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
1.4.2
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui hubungan motivasi dengan produktivitas kerja perawat di Puskesmas
Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
b. Untuk
mengetahui hubungan tingkat penghasilan dengan produktivitas kerja perawat
dalam pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
c. Untuk
mengetahui hubungan lingkungan kerja dengan produktivitas kerja perawat dalam
pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
d. Untuk
mengetahui hubungan kesempatan berprestasi dengan produktivitas kerja perawat dalam
pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
e. Untuk
mengetahui hubungan manajemen dengan produktivitas kerja perawat dalam
pelayanan keperawatan di Puskesmas Reubee Kecamatan Delima Tahun 2016
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Dapat menambah
wawasan, informasi, dan ilmu pengetahuan serta dapat meningkatkan keterampilan
dan meningkatkan produktivitas perawat dalam melaksanakan kerja
1.5.2 Bagi perawat
Sebagai acuan
produktivitas kerja untuk meningkatkan kualitas kerja perawat dalam pelayanan
keperawatan kepada masyarakat yang berkunjung ke pelayanan puskesmas
1.5.3 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan
pertimbangan dalam rangka pengembangan puskesmas Reubee untuk meningkatkan
produktifitas perawat sehingha terciptanya pelayanan puskesmas yang bermutu.
1.5.5. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan
masukan dan perbandingan wawasan pengetahuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Puskesmas
2.1.1 Definisi Puskesmas
Departemen Kesehatan RI (2007) mengemukakan bahwa Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerjanya. Puskesmas dan jaringannya
berperan sebagai institusi penyelenggara pelayanan kesehatan di jenjang pertama
yang terlibat langsung dengan masyarakat. Tanggung jawab Puskesmas dalam menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya diantaranya adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat
tinggal di wilayah kerjanya agar terwujudnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok serta
puskesmas meningkatkan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan.
Pelayanan kesehatan komprehensif yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan
kuratif (pengobatan), pelayanan preventif (pencegahan), pelayanan promotif
(peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Wilayah kerja
puskesmas meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan karena tergantung dari faktor kepadatan penduduk, luas
daerah, keadaan geografis, dan keadaan infrastruktur di wilayah tersebut
(Efendi, 2009).
2.1.2
Fungsi Puskesmas
Menurut Endang (2010) puskesmas memiliki empat fungsi yang
berfokus pada pembangunan kesehatan, yaitu:
a.
Puskesmas Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan
Puskesmas
sebagai pusat pembangunan kesehatan yaitu sebagai pusat pembangunan wilayah
berwawasan kesehatan. Upaya puskesmas menjalankan fungsi ini dilakukan dengan
menjalankan, menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas
sektor masyarakat di wilayah kerjanya sehingga dapat mendukung pembangunan
kesehatan. Fokus upaya yang dilakukan puskesmas terkait pembangunan kesehatan
adalah mengutamakan preventif dan promotif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif. Puskesmas harus memantau dan melaporkan hasil atau dampak dari
program yang telah diselenggarakan di wilayah kerjanya;
b.
Puskesmas Sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Lyonset
al (dalam Wrihatnolo & Nugroho, 2007) mendefinisikan pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu upaya yang dilakukan agar masyarakat mandiri dan
mampu mengatasi masalahnya serta mampu meningkatkan inisiatif yang berhubungan
dengan keadaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah
dalam masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas yang terdapat di
masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat agar masyarakat memiliki kemampuan untuk
hidup mandiri dalam rangka meningkatkan status kesehatannya (Departemen
Kesehatan RI, 2007). Kesimpulannya bahwa Puskesmas dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat bertujuan agar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat (Maulana, 2009);
c.
Puskesmas Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Primer Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer
merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ditujukan untuk perorangan
dan masyarakat. Puskesmas bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Haris, 2007).
Effendi
(2009) menyebutkan beberapa fungsi puskesmas, antara lain:
a.
Puskesmas berfungsi sebagai ujung tombak
pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya
b.
Membina peran serta masyarakat yang ada di
wilayah kerjanya untuk meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat membutuhkan
arahan tentang perilaku hidup sehat agar mampu mengenali Masalah kesehatan yang
muncul di lingkungannya. Arahan dari puskesmas juga akan meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang ada di mayarakat semaksimal mungkin
(Muninjaya, 2004);
c.
Puskesmas berfungsi sebagai pemberi pelayanan
kesehatan komprehensif dan menyeluruh kepada masyarakat.
2.1.3 Jenis Puskesmas
Jenis Puskesmas adalah keterangan mengenai jenis dari Puskesmas
yang bersangkutan. Terdapat dua jenis puskesmas menurut Departemen Kesehatan RI (2001) yaitu
puskesmas perawatan dan puskesmas nonperawatan.
a.
Puskesmas Perawatan (Rawat inap)
Dalam rangka mengembangkan layanan kesehatan, Provinsi Aceh
berupaya mengembangkan fungsi layanan puskesmas yakni puskesmas nonperawatan
dan puskesmas perawatan (rawat inap). Menurut Setiawan (2012) untuk meningkatkan
akses masyarakat dalam perawatan dan pengobatan. Puskesmas rawat inap
didefinisikan pula sebagai puskesmas yang dilengkapi ruangan tambahan dan
fasilitas untuk menyelamatkan pasien gawat darurat dan tindakan yang diberikan
adalah tindakan operatif terbatas dan rawat inap sementara (Effendi, 2009).
Rawat inap pasien dilakukan paling sedikit 24 jam perawatan.
Puskesmas Perawatan adalah Puskesmas yang berdasarkan Surat Keputusan Bupati
atau Walikota menjalankan fungsi perawatan dan untuk menjalankan fungsinya
diberikan tambahan ruangan dan fasilitas rawat inap yang sekaligus merupakan
pusat rujukan antara (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Puskesmas perawatan (rawat inap) berfungsi sebagai pusat rujukan
pasien yang gawat darurat sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan operatif terbatas seperti kecelakaan
lalu lintas, persalinan dengan penyulit dan penyakit lain yang bersifat gawat
darurat. Puskesmas perawatan sebagai puskesmas rawat inap tingkat pertama
memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan,
rehabilitasi medik dengan tinggal di ruang rawat inap puskesmas.
b.
Puskesmas Non Perawatan
Puskesmas
non perawatan hanya melakukan pelayanan kesehatan rawat jalan (Direktorat
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Telkom, 2012).
Permenkes No.029 tahun 2010 menyebutkan kegiatan di pelayanan kesehatan rawat
jalan yakni observasi, diagnosis,
pengobatan, dan atau pelayanan kesehatan lainnya tanpa dirawat inap.
2.2 Produktivitas Kerja
2.2.1
Definisi
Produktivitas
Filosofi
produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karna makna produktivitas
adalah keinginan (he will) dan upaya
(effort) manusia untuk selalu
meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang.
Produktivitas
kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja
sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan. Sebagaimana
yang diungkapkan bahwa produktivitas individu dapat dinilai dan apa yang
dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya. Dengan kata lain, produktivitas
individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk
kerjannya. Orang produktif akan menggambarkan potensi, persepsi dan kreatifitas
yang senantiasa menyumbangkan kemampuannya agar bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungan (sedarmayanti, 2009).
Produktivitas
kerja lebih sekedar ilmu teknologi dan tehnik-tehnik manajemen akan tetapi
mengandung filosofi dan sikap yang didasarkan motivasi yang kuat untuk secara
terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik (Sinungan,
2003).
Menurut
hakim (2009) indikator produktivitas kerja adalah pencapaian tujuan,
kreatifitas, tingkat pelayan dan umpan balik. kreativitas ini meliputi kreatif
dalam memecahkan masalah, kreatif dalam memanfaatkan waktu kerja dan waktu
luang. ditambahkan pentingnya kreatifitas pada produktivitas.
Sesuai
dengan Sinamo dalam Kartikasari (2008) dengan nilai produktif maka setiap
masyarakat memanfaatkan waktunya sebaik dan sekreatif mungkin untuk membuat
hal-hal yang positif dan generasi muda juga akan lebih produktif untuk belajar
dan menghasilkan karya juga prestasi. prilaku kerja akan lebih produktif untuk
belajar dan menghasilkan karya juga prestasi. perilaku kerja yang produktif
seperti rajin, hemat, bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel,
responsibel, berintegritas, menghargai waktu, menghargai pengetahuan, kreatif,
inofatif, dan sebagainya.
Berdasarkan
teori diatas kreatifitas penting karena perawat yang kreatif dalam memecahkan
masalah dan memanfaatkan waktu kerja dan waktu luang menghasilkan output yang
produktif. Kreatifitas juga merupakan salah satu ciri-ciri dari perilaku orang
yang produktif. cara meningkatkan kreatifitas antara lain :
a.
Mengadakan pelatihan terkait asuhan keperawatan
tujuan diadakan pelatihan adalah untuka meningkatkan
kretifitas perawat terkait asuhan keperawatan.
b.
Perawat manager meningkat kreatifitas melalaui kepekaan yang
memberikan perhatian dan memberlakukan perawat dengan baik. manager yang
kompeten secara profesional memberikan inspirasi untuk kreatifitas dengan
memberikan pujian kepada perawat karena dengan memberikan pujian perawat akan
merasa hasil kerjanya dihargai dan perawat akan terus meningkatkan hasil
kerjanya.
c.
Mengadakan curah pendapat ditujukan untuk meningkatkan
kreatifitas pegawai dimana budaya produktif dirumuskan sebagai totalitas
kesadaran, pikiran, perasaan, sikap dan keyakinan yang mendasari, menggerakkan,
mengarahkan, serta memberi arti pada seluruh perilaku dan proses produktif
dalam suatu sistem produksi.
Menurut
Mulianto (2006) beberapa faktor yang sangat menunjang dan menentukan dalam
keberhasilan usaha peningkatan produktifitas kerja perawat yaitu dukungan penuh
semua manajer yaitu manajer tingkat atas, manajer tingkat tingkat menengah dan
tingkat bawah untuk meningkatkan produktifitas kerja perawat, komunikasi
efektif antar perawat, keikutsertaan semua perawat bila ada kegiatan yang
berkaitan dengan hal penunjang kinerja khususnya perawat serta pelatihan, usaha
yang terus menerus dan terprogram dengan cara setiap bagian mememiliki standar
program kerja, ada organisasi atau pejabat yang bertanggung jawab dalam usaha
peningkatan produktivitas dan selalu mengadakan pemantauan serta melakukan
tindak lanjut serta diberikan penghargaan bagi perawat yang memiliki program
kerja diatas standar sehingga perawat diberikan stimulus untuk bekerja lebih
baik.
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja
Banyak
faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan
tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan organisasi dan
kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan.
Menurut
Sedarmayanti (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah
:
- Sikap mental
: terdiri dari motivasi, disiplin kerja dan etika kerja
1)
Motivasi : Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya
pendorong (driving force) yang
menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan
sesuatu. Motivasi dapat didefinisikan sebagai berikut : "kondisi mental
yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian
kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Menurut
Mangkunegara (2001) motivasi kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja. Begitupula yang dikatakan Hasibuan (2010) dimana
dikatakan bahwa motivasi diharapkan setiap individu pegawai dapat membangkitkan
keinginan bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi. setiap orang memiliki motivasi dalam hidup yang dapat dijadikan sebagai
salah satu alasan pendorong untuk bekerja lebih keras lagi untuk menghasilkan
output secara maksimal.
Produktivitas
seseorang tergantung pada motivasi orang tersebut terhadap pekerjaan yang
dilakukan. Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, semakin
tinggi pula tingkat produktivitasnya (Justine, 2002).
2)
Disiplin kerja : dapat diartikan sebagai sikap menghargai,
patuh, taat terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku ditempat kerja yang
dilakukan secara rela dengan penuh tanggung jawab dan siap untuk menerima
sanksi jika melanggar tugas dan wewenang. dalam mewujudkan hak dan kewajiban
berarti adanya kepatuhan atau ketaatan terhadap kesepakatan bersama dan adanya
pengendalian diri yang merupakan hakikat dari disiplin. Keputusan dalam
memenuhi berbagai ketentuan tersebut merupakan pemupukan disiplin dan kesadaran
masing-masing akan hak dan kewajiban akan mendorong berkembang ya
produktivitas. Indikator yang digunakan dalam variabel disiplin kerja adalah
pencapaian tujuan organisasi dengan menggunakan waktu secara efektif, meliputi
ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas dan penghematan waktu dalam
melaksanakan tugas (Novitasari, 2008).
3)
Etika Kerja : sikap dan etika kerja yang saling menghormati
antar pegawai memberikan nilai plus dan membuat pegawai yang lain menjadi senang
untuk bekerja dan nyaman karena mandapat respon yang baik. indikator etika
kerja antara lain kerja sama yang baik dalam melaksanakan tugas dan hubungan
antar rekan kerja (Arif, 2011).
b.
Pendidikan : Pada umumnya orang memiliki peendidikan lebih tinggi akan
mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya
produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun
nonformal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong
pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif.
c. Keterampilan : Pada aspek tertentu apabila
pegawai semakin terampil, maka akan mampu bekerja serta menggunakan fasilitas
kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai
kecakapan (ability) dan Pengalaman (experience) yang cukup serta memiliki
kesempatan berprestasi di organisasinya. indikator keterampilan adalah
pengalaman kerja dan kesempatan berprestasi (Sedarmayanti, 2011).
d. Manajemen : Pengertian manajemen disini dapat
berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun
memimpin serta mengendalikan staf. apabila manajemennya tepat maka akan
menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk
melakukan tindakan produktif.
Menurut Setiadi (2012)
manajemen didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain. Sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja
melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional. Seorang manger keperawatan perlu melakukan fungsi-fungsi manajemen
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Perawat manager bekerja pada
semua tingkat untuk melaksanakan konsep-konsep, teori-teori manajemen
keperawatan. Mereka mengatur lingkungan organisasi untuk menciptakan suasana
optimal bagi pengawasan keperawatan oleh perawat -perawat klinis. Perawat-perawat
klinis mengatur seleksi sumber daya manusia dan materi dan memberikan masukan
tambahan kedalam proses manajemen.
Menurut Swanburg (2000)
manajemen keperawatan adalah persepsi perawat tentang model praktik keperawatan
profesional (MPKP) melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian.
e. Tingkat Penghasilan : Tingkat penghasilan
adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk
kerja mereka. Oleh karena itu, apabila karyawan memandang gaji mereka tidak
memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara
dramatis (Wahyuningtyas, 2013). Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat
menimbulkan kosentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan produktivitas. Tingkat penghasilan adalah jenjang
penghasilan yang diperoleh oleh tiap individu sebagai balas jasa atau imbalan
yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu tersebut
(Carnadi, 2010).
Penghasilan melatarbelakangi
seseorang untuk memutuskan memasuki dunia kerja dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. denagan gaji yang didapatkannya maka seorang tenaga kerja yang
bekerja dapat secara otomatis membiayai segala macam kebutuhan hidupnya baik
sandang, pangan maupun papan. Penghasilan atau gaji pegawai merupakan cost atau
biaya yang harus dikeluarkan oleh organisasi dan dimasukkan dalam ongkos atau
biaya. Penghasilan bagi semua dan setiap pegawai adalah suatu yang sangat
penting termasuk salah satunya adalah perawat, dan gaji tersebut merupakan
kebutuhan paling dasar bagi karyawan.
Di Indonesia pada umumnya gaji
didasarkan pada tiga fungsi yaitu, menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja
dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja pegawai dan menyediakan
insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Gaji merupakan hasil
pertukaran antara apa yang telah diberikan pegawai kepada intitusi atas usaha
yang diberikan oleh pegawainya. Jika imbalan dirasakan kurang, ketidakpuasan
akan muncul (Triantoro, 2010).
Menurut Sedarmayanti (2011)
apabila tingkat penghasilan memadai maka menimbulkan konsentrasi kerja dan
kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan. Pembarian penghasilan berdasarkankinerja
dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan
kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif bagi organisasi, mampu
menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih
banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi.
Sedangkan menurut Triantoro (2005)
jika imbalan dirasakan kurang, ketidakpuasan akan muncul. jika keidakpuasan ini
berlarut-larut maka motifasi kerja akan menurun, akibatnya produktivitas kerja
juga akan menurun.
f. Jaminan Sosial : jaminan sosial yang
diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk
meningkatkan pengabdian kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan
pengabdian dan semangat kerja. apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka
akan menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan
yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.
g. Lingkungan Kerja : merupakan seperangkat
sifat-sifat yang dirasakan lansung atau tidak lansung oleh pekerja, serta
diduga punya pengaruh besar terhadap perilaku mereka dalam pekerjaan.
Lingkungan kerja adalah
suasana psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku organisasi, terbentuk
sebagai hasil tindakan organisasi dan interaksi diantara anggota organisasi.
Karena perilaku merupakan fungsi karakteristik manusia dan persepsinya terhadap
lingkungan, maka persepsi anggota organisasi terhadap iklim kerja yang berbentuk
dilingkungan kerjanya akan memberikan hasil yang positif (Novita, 2013).
h. Kesempatan Berprestasi : apabila karyawan
berpegang positif terhadap tugas pekerjaannya, tingkat kepuasannya biasanya
tinggi dan sebaliknya jika para karyawan memandang tugas pekerjaanya secara
negatif maka tingkat kepuasannya rendah.
Pegawai yang bekerja tentu
mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya
akan bermanfaat bagi dirinya maupun bagi organisasi. pegawai yang bekerja tentu
mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya
akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka
kesempatan untuk berprestasi maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk
meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimilki untuk meningkatkan
produktivitas kerja (sedarmayanti, 2011).
Menurut Hakim (2009) pada
dasarnya orang yang berorientasi pada prestasi kerja hanya ingin diberitahu apa
yang diharapkan manajemen untuk mereka perbuat dan selanjutnya mereka berharap
dibiarkan melakukannya sendiri.
2.3 Konsep Dasar Keperawatan
2.3.1 Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang
yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
HK.02.02/MENKES/148/I/2010). Perawat terdiri dari Perawat Ahli Madya, Ners dan Ners
Spesialis. Sedangkan Simamora (2009) menjelaskan bahwa perawat adalah seorang yang
telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya
telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2.3.2
Peran dan Fungsi perawat Puskesmas
Peran merupakan
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Perawat dituntut melakukan peran dan
fungsi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2004). Perawat di
puskesmas sebagai perawat kesehatan
minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui layanan keperawatan.
Asmadi (2004)
menjelaskan bahwa peran perawat yang utama adalah sebagai pemberi layanan
keperawatan. Layanan keperawatan tersebut berupa asuhan keperawatan keperawatan
secara langsung kepada pasien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai
dengan kewenangannya. Layanan keperawatan tersebut merupakan bentuk bantuan
yang diberikan kepada pasien yang mengalami kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan hidup
sehat secara mandiri.
Pelayanan keperawatan di
puskesmas adalah pelayanan professional yang terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat (Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.279/MENKES/SK/IV/2006). Perawat melaksanakan layanan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyrakat untuk mencapai kemandirian
masyarakat baik di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan
puskesmas.
2.3.3
Pelayanan Keperawatan
Keperawatan merupakan
salah satu pelayanan kesehatan profesional yang mencakup pelayananan menyeluruh (biologis, psikologis, sosioal,
dan spiritual) serta ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat sakit maupun sehat (mencakup seluruh proses kehidupan manusia dari lahir sampai
meninggal). Pelayanan tersebut dilaksanakan
berdasarkan pada ilmu keperawatan (Kusnanto, 2004).
Kusnanto (2004)
memaparkan bahwa alasan utama pelayanan keperawatan diberikan yakni disebabkan
oleh kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kemauan yang
kurang dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Zaidin (2001) mendefinisikan
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
dan ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Keperawatan adalah
profesi yang berorientasi pada pelayanan yang hakekatnya tindakan keperawatan
bersifat membantu. Perawat membantu pasien mengatasi masalah-masalah
sehat-sakit pada kehidupan sehari-harinya (Asmadi, 2008). Pelayanan keperawatan
merupakan pelayanan kesehatan profesional, yakni praktik keperawatan didasarkan
atas profesi keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Salah satu ciri praktik
keperawatan profesional adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan standar
praktik dan kode etik profesi (Kusnanto, 2004). Standar pelayanan keperawatan
merupakan pedoman untuk perawat dalam melakukan praktik keperawatan yang
digunakan untuk menentukan apakah perawat telah bertindak sesuai prosedur
(Potter & Perry, 2005). Apabila perawat melakukan tindakan keperawatan
sesuai standar maka perawat dapat melindungi diri sendiri pada bahaya tindakan
legal dan yang lebih penting adalah melindungi klien/pasien pada risiko bahaya
dan cedera.
Pelayanan keperawatan
dapat diamati dari praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat saat
memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien harus memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, serta
mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai harapan instansi
pelayanan kesehatan untuk mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien
(Yani, 2007).
Beberapa aspek yang
dapat menjadi indikator penerapan sebuah layanan keperawatan pada pasien
menurut Marini (2010), diantaranya adalah:
a.
Aspek perhatian : Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam
memberikan pelayanan
keperawatan harus sabar, bersedia memberikan pertolongan kepada pasien, perawat
harus peka terhadap setiap perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami dan mengerti
terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. Perawat memperlakukan pasien dengan baik dan tulus
dalam
pemenuhan
kebutuhannya. Perhatian yang tulus seorang perawat pada pasien harus selalu
dipertahankan, seperti bersikap jujur dan terbuka serta menunjukkan perilaku
yang sesuai (Videbeck, 2008);
b.
Aspek penerimaan : Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu ramah
dan ceria saat bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien. Perawat harus menunjukkan rasa
penerimaan yang baik terhadap pasien dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa
membedakan agama, status sosial ekonomi dan budaya, golongan dan pangkat,
serta suku sehingga perawat menerima pasien sebagai pribadi yang utuh. Penerimaan ialah sikap yang
tidak
menghakimi
individu, bagaimanapun dan apapun perilaku individu tersebut. Perawat menunjukkan sikap
tegas dan jelas, tetapi tanpa amarah atau menghakimi, sehingga perawat membuat
pasien merasa utuh. Perawat tidak kecewa atau tidak berespon negatif terhadap amarah yang
meluap-luap, atau perilaku buruk pasien menunjukkan penerimaan terhadap pasien (Videbeck, 2008).
c.
Aspek komunikasi : Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus mampu
melakukan komunikasi
sebaik mungkin dengan pasien, dan keluarga pasien. Interaksi antara perawat dengan
pasien atau interaksi antara perawat dengan keluarga pasien akan terjalin melalui
komunikasi yang baik. Perawat menggunakan komunikasi dari awal penerimaan
pasien untuk menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi digunakan untuk menentukan apa
yang pasien inginkan
berkaitan dengan cara melakukan tindakan keperawatan. Perawat juga melakukan komunikasi
dengan pasien pada akhir pelayanan keperawatan untuk menilai kemajuan dan hasil
akhir dari pelayanan keperawatan yang telah diberikan. Kesimpulannya bahwa selama melakukan layanan keperawatan, perawat
menggunakan keterampilan komunikasi pada pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan
lain (Arwani, 2002).
d.
Aspek kerjasama : Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan
kerjasama yang
baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat harus mampu mengupayakan agar pasien
mampu bersikap kooperatif. Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan
keluarga dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan
menentukan masalah
yang ada. Setelah masalah telah diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan
jenis bantuan apa yang dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama secara
kolaborasi dengan ahli kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
e.
Aspek tanggung jawab : Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam
tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta
tepat
dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
pelayanan keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai
pemulangan pasien (Swanburg, 2000). Perawat harus tahu bagaimana menjaga keselamatan pasien,
jalin dan pertahankan
hubungan saling percaya yang baik dengan pasien, pertahankan agar pasien dan keluarga
tetap mengetahui tentang diagnosis dan rencana tindakan, pencatatan semua tindakan harus
dilakukan dengan akurat untuk melindungi kesejahteraan pasien (Priharjo, 2008).
0 comments:
Post a Comment